vendredi 26 janvier 2018

Perihal Tugas Akhir

Ini bukan puisi, bukan juga curahan hati. Saya ingin berbagi pengalaman pribadi yang mungkin seharusnya tidak diceritakan, tetapi mengingat banyak pertanyaan yang dilontarkan teman-teman mengenai tugas akhir saya, mungkin saya akan mencoba menceritakannya dengan tidak mentah-mentah.

Berawal dari "berakhirnya" perjuangan saya yang sebenarnya ingin merasakan pedihnya perjuangan teman-teman seangkatan saya yang lain. Yaitu perjuangan pahit yang menguji mental setiap mahasiswa-mahasiswi, drama, keringat, terkurasnya uang jajan, bahkan berdarah sekalipun (oke, ini lebay). Sedih sekali, saya mendapatkan tugas akhir yang terbilang "instan" bagaikan foto yang keluar dari kamera Polaroid. Jalani dulu saja, pikirku. Entah apa lagi hal positif yang kudapatkan selain lulus lebih cepat. Pada akhirnya saya mengajukan judul kajian Analisis Kontrastif Sintaksis Bahasa Perancis dan Bahasa Turki di hadapan dosen dan juga teman-teman seperjuangan saya.

Setelah tiga bulan memperjuangkan karya ilmiah yang mungkin value-nya belum seberapa dengan skripsi, bahkan rela melakukan penelitian dan membuat artikelnya dalam bahasa Perancis meskipun tidak diminta, saya mengumpulkan tugas akhir dengan pujian positif serta ketebalan yang membuat dosen saya takjub. Sebab tugas akhir yang saya buat terbilang "baru" di jurusan tempat saya studi selama tiga tahun, delapan bulan dan dua puluh hari, meskipun tugas tersebut hanyalah sebatas kajian dari kajian luasnya yang telah dilakukan oleh orang Turki itu sendiri. Saya lulus dengan nilai akhir yang sangat membanggakan kedua orang tua saya, serta mampu memberikan "hadiah" lulusan terbaik kepada mereka.

Sesaat setelah wisuda, saya langsung ditanya oleh banyak orang mengenai tugas akhir. Sejujurnya, saya sedang menanggung malu seumur hidup hanya karena hal tersebut, sebab semua orang di jurusan tempat saya mengenyam pendidikan sarjana mengetahuinya. Namun untuk menghilangkan rasa malu tersebut, akhirnya saya menjawabnya, bahkan mencurahkan isi hati saya yang sebenarnya saya inginkan (baca: skripsi) untuk dapat lulus. Mungkin bagi beberapa orang: bukanlah seorang mahasiswa apabila tidak mengikuti jalur skripsi.

Saya langsung menjelaskan tugas akhir yang saya maksud sebelumnya, yaitu jalur non-skripsi, dan saya berkata bahwa tugas akhir yang saya jalankan tidak hanya untuk orang-orang yang "didesak" lulus saja (salah satunya seperti mahasiswa semester 13-14), tetapi juga: orang-orang yang terbilang pintar oleh orang-orang sekitar mereka, tetapi sudah benar-benar bekerja atau bahkan sudah ditunggu calon teman hidup (#eaaaaaa). Saya bahkan memberikan "pelajaran" agar banyak mahasiswa-mahasiswi mengerjakan skripsi, dan tidak seperti saya.

Saya bahkan meminta mereka untuk tidak takut, karena saya juga menjelaskan bahwa tugas akhir tersebut TETAP membuat karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan ada beberapa kampus lain yang bahkan tidak seperti jurusan kami sistem jalur non-skripsinya. Pernahkah kalian mendengar istilah ujian komprehensif atau disebut juga kompre sebagai sebutan singkatnya? Inilah yang menurut saya lebih instan lagi, saya tidak tahu pendapat orang lain yang mengalami, tapi saya mohon jangan bully saya di kolom komentar. Bagi yang belum tahu, silakan telusuri di Google, sebab setiap kampus yang mengadakan jalur non-skripsi berupa kompre sistemnya berbeda-beda. Saya sendiri tidak mengalami ujian komprehensif, namun beberapa teman seangkatan saya mengikuti uji kompetensi lulusan (itu di luar tugas akhir tapi baru dicoba di jurusan kami, seingat saya begitu) sekaligus skripsi.

Selain itu, saya juga dicurhati adik-adik kelas yang ingin lulus cepat tetapi mengikuti jalur non-skripsi. Kak, saya sebenernya di-acc tapi tidak sanggup mengerjakannya atau kak, saya pengennya cepet lulus dan ambil jalur kayak kakak, etc... etc... Saya pikir, sayang banget lhooo, padahal kamu enak banget judulnya diterima, kenapa nggak dijalanin dulu aja?, sekaligus berharap adik-adik lebih baik lagi dari kakak-kakaknya. Sebab pengujian mental yang sesungguhnya adalah setelah lulus S1.


Above all, saya tetap bersyukur atas apa yang Allah SWT kasih kepada saya, dan menjatuhkan saya di jalur tersebut. Mungkin saya malah menjadi "referensi" orang-orang yang berlomba-lomba mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd), meskipun saya masih menanggung malu juga, hehehehe. Tetapi, mohon maaf, jangan jadikan saya panutan, sebab masih ada kekurangan dan ruang jahiliyah di dalam diri saya ini. Namun saya teringat satu kalimat: tugas akhir yang baik adalah tugas akhir yang selesai, bukan yang tebal, bukan pula yang kontennya banyak.

Gros bisous,
@naragrandis

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire